Selasa, 22 Juni 2010

KRITIK, KROTOK, KRUTUK


Tiga tingkatan dalam istilah Kritik,Krotok dan krutuk sangat identik dengan ungkapan nothok, nithik dan nuthuk. Kita tentu bisa mengukur dan menganalisa parameternya ketika ada orang yang mengatakan sedang nothok. Bayangan kita tentu hanya berupa kegiatan sederhana dan ringan seperti orang nothok pintu karena sebab pintunya ditutup sang penghuni rumah. Agak meninggi aksi kegiatan ketika kita mendengar arti ungkapan 'nithik'. Bayangan kita tentu tertuju pada kegiatan seseorang sedang melakukan upaya menggunakan alat yang agak keras untuk berusaha dibenturkan pada benda yang sifatnya jauh lebih keras, seperti tukang pasang tegel menithik tegel. Akibat kegiatan ini bisa menyebabkan benda yang dibentur menjadi sentet atau retak. Sangat berbeda ketika istilahnya berubah menjadi 'nuthuk' yang memiliki sifat lebih radikal sehingga hasil kegiatan atau ulah orang itu bisa menyebabkan benda yang dithuthuk menjadi ambyar berantakan.
Istilah kritik, bisa diasumsikan tembakau temanggung yang mahal harganya. Namun kritik dalam konteks kali ini adalah tindakan menyoroti kinerja sesorang yang masih saja dirasakan tidak benar dan kurang profesional. Tentu saja yang namanya 'kritik' adalah mengoreksi. Tapi sejauh mana koreksi itu dapat dipahami atau ditindak lanjuti sebagaimana mestinya, tergantung kegiatan tiga hal tadi (nothok, nithik dan nuthuk)
Pejabat atau Tokoh Masyarakat memang selalu melontarkan ucapan dan slogan : 'Kalau ada tindakan yang kurang benar, tolonglah saya di ingatkan!". Itu ungkapan yang maunya cara mengingatkannya dengan 'saran' yang lebih halus dari pada sekedar kritik. Yang agak sedikit terbuka mengatakan : "silahkan kalau saya ada yang kurang beres, kritiklah saya!" Ungkapan yang demikian dari kebanyakan orang sudah dianggap paling klimaks dan tidak ada keberanian lagi untuk mengatakan " silahkan kalau saya salah, krotoklah saya!", apalagi keberanian mengatakan : 'silahkan kalau ada tindakan saya yang salah, krutuklah saya!"
Memang kritik boleh dikatakan sebagai ungkapan seseorang itu imannya lemah, sedangkan krotok dapat dikatakan imannya agak mendingan, dan yang paling gandem adalah krutuk dimana kekebalan imannya dapat dilihat dengan jelas.
Ketika orang hanya berani mengambil porsi hanya sanggup dikritik indikasinya masih ingin menyimpang karena sudah memperhitungkan bahwa kritikan mengandung resiko tidak seberapa. Akan berbeda jauh ketika ada yang berani mengambil porsi siap 'dikrotok' karena resikonya bisa ke phisik meskipun tidak langsung kepada yang bersangkutan, sehingga tindakannya akan diukur dengan cukup dengan cara mengendalikan. Sama sekali jarang ada yang berani mengambil porsi 'krutuk' yang saya identikkan dengan 'thuthuk' yang mengandung resiko phisik tidak tanggung-tanggung. Namun pada tataran kesanggupan seseorang yang berani mengambil porsi siap dithuthuk bila mengecewakan atau salah bertindak, indikatornya jelas bahwa orang itu akan sangat hati-hati namun tetap akan memiliki keberanian mengambil polecy. Jauh dari sifat tomak, menghindar jauh dari korupsi karena tak takut dipecat atau 'kere' dan tampil paling depan melawan kedzaliman.
Temperamental seseorang apalagi pejabat dapat kita lihat bagaimana ketika menerima kritik,krotok dan krutuk. Kalau ketika dikritik saja sudah mengerutkan alis dan cepat-cepat berkilah dan beragument menunjukkan bahwa pejabat tadi sudah di garis min (-) Yang demikian tentu ia tidak akan pernah sanggup menerima 'krotok' ataupun 'krutuk'. Bisa bisa ia langsung menyewa pembunuh bayaran untuk membalas tindakan pengrotok dan pengrutuk. Sebenarnya tindakan krotok dan krutuk tidak akan terjadi ketika tataran kritik sudah bisa diterima sebagai porsi yang seharusnya ia terima dengan rendah hati.
Saya sebenarnya ingin bicara secara filosofis tentang kritik, krotok dan krutuk dalam esei bebas hambatan ini namun koq ngantuk tiba-tiba merambah...Saya hanya ingin memberi ending, bahwa Nabi Muhammad dan bahkan setiap Nabi dan Rosul diutus ke dunia dalam menuntun umatnya tiga fase kritik, krotok dan krutuk pasti ia alami. Ketika Nabi diperintah untuk menyampaikan Islam sebagai ajaran hidup, maka orang-orang qurais menganggap dirinya sebagai orang gila, lantas diboikot atau diembargo aktifitasnya dan selanjutnya dijarah nyawanya sampai terjadi pertempuran. Kenapa Nabi Muhammad SAW tidak terperangah dan tetap tidak padam keberaniannya? Sebab Muhammad benar-benar menyintai rakyatnya atau umatnya yang ditunjukkan dengan jelas sehingga seolah-olah rasa cintanya kepada umatnya melebihi akan cinta dirinya kepada keluarga. Rasya perhatian kepada rakyat dan umatnya sampai beliau tidak sanggup makan meski hanya sepotong roti bila tetangganya masih ada yang kelaparan. Sampai menjelang wafatnya dan dalam kondisi kepayahan, beliau masih ingat akan umatnya sampai mendesak Jibril memberitakan informasi kondisi umatnya kelak di akhirat. Dan yang lebih mengharukan, meski beliau tidak pernah mengecewakan umatnya suatu saat ia pidato agar umatnya yang pernah tersakiti agar memeberi balasan yang sepadan kepadanya sebelum dirinya meninggal. Istilahnya khishos, yakni sekiranya ada yang pernah ia lempar batu meski tanpa sengaja maka harap segera membalas melempar dirinya dengan hal yang sama. Itulah klimaks kepemimpinan Muhammad SAW yang benar-benar tumbuh dengan keikhlasan yang paling sempurna untuk dikrutuk. Wal hasil memang tidak ada umat yang akan tega mengkritik, mengkrotok atau bahkan mengkrutuk meskipun berkali-kali ia menjanjikan dan menawarkannya, sebab di pandangan umatnya Muhammad dengan konsep tadi justu terhindar dari mara bahaya kesalahan atau mengecewakan umat. Disinilah saya sangat menyukai kepribadian Nabi Muhammad SAW. Sekiranya Alloh tidak mengutus beliau sebagai Rasul dan membawa Risalah Islam, saya tetap menyukai dan mencintai kepribadian beliau. (MP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar